Bagaimana Buku Bergaul Denganku

Setiap orang mempunyai kadar kesukaan yang berbeda-beda terkait aktivitas membaca buku. Ada yang menjadikan buku sebagai bagian penting dalam hidupnya, ada yang menganggapnya biasa saja, bahkan ada yang menganggapnya sebagai hal yang tidak menarik sama sekali. Saya pribadi entahlah ada pada golongan yang mana, namun yang jelas saya pernah setidaknya membaca beberapa novel yang katanya best seller dari semenjak tahun 2005. Saat itu novel yang sedang nge-trend adalah “The Da Vinci Code” karya Dan Brown.

Entah sejak kapan saya mulai tertarik (at least tidak alergi) dengan aktivitas membaca, terutama membaca karya fiksi. Saya masih menyimpan sekelebat memori saat dulu berusia sekitar lima atau enam tahun. Dalam memori tersebut terekam bahwa dulu pernah merengek sambil nangis ke orang tua minta dibelikan majalah “Bobo”. Mungkin saat itu hiburan yang cukup menyenangkan bagi anak-anak seumuranku adalah majalah yang penuh gambar dan warna. Selain majalah Bobo, ada juga majalah “Si Kuncung”. Saya hampir-hampir lupa bahwa waktu itu ada majalah yang namanya Si Kuncung. Saya baru ingat setelah membaca novel Rantau 1 Muara beberapa waktu yang lalu.

Berbeda dengan majalah Bobo yang pada waktu itu terhitung mewah karena harus membeli, majalah Si Kuncung ini biasanya dibawakan (atau dibawa pinjamkan) oleh Ibu saya yang seorang guru SD. Sekolah tempat ibu mengajar berlangganan majalah tersebut sehingga bisa dipinjam ke rumah. Masih di masa SD, saya sering menemukan buku bacaan di kediaman kakek. Mungkin karena kakek adalah kepala sekolah, jadi mudah untuk mendapatkan buku bacaan.

Masuk usia SMP, yang mulai dibaca adalah cerita semisal Lima Sekawan karya Enid Blyton. Dari mana mendapatkannya ? dari tukang loak. Sekitar tahun 2001-2003, setiap hari minggu pagi di pasar induk Gedebage ada dua lapak yang menjual buku bekas. Saya heran, yang jualan dapat dari mana ya ‘harta karun’ tersebut . Harga satu buku ukuran Lima Sekawan adalah sekitar 1000-2000 rupiah. Harga yang sangat murah, bahkan untuk ukuran anak SMP. Di masa SMP ini pula mulai berkenalan dengan komik, khususnya komik asal Jepang. Mulai ketagihan membaca Rurouni Kenshin, Detective Conan, Kindaichi, dan banyak lagi. Kalau komik biasanya menyewa di taman bacaan di dekat kampus IAIN (Sekarang UIN). Satu buah komik disewakan perharinya seharga 200-300 rupiah, cukup terjangkau untuk ukuran anak SMP.

Di masa SMA, saya mulai tertarik membaca buku non-fiksi tentang agama, pengembangan diri, dan bisnis. Beberapa buku didapatkan dengan cara menabung, meminjam, atau minta langsung dibelikan oleh orang tua. Dari sekian buku yang dibaca di masa tersebut, ada satu buku yang sangat berpengaruh dan berdampak. Buku itu adalah “Berfikir dan Berjiwa Besar” karya David Swartz. Membaca BAB pertama buku itu sudah cukup membukakan selebar-lebarnya pikiran yang tengah terbelenggu inferioritas terhadap banyak hal. Salah satu kutipan tajam di buku itu diantaranya: ‘Kesalahan manusia ada dua : meremehkan dirinya sendiri dan terlalu menganggap hebat orang lain’. Setelah membaca buku itu, percaya diri meningkat, menjadi anti mengeluh, lebih bersemangat dan 99.99% menjadi anti-curang saat ujian, hehe.

Oke sekian dulu cerita mengenai membaca buku, mungkin nanti ada kelanjutannya.

Satu tanggapan untuk “Bagaimana Buku Bergaul Denganku

Tinggalkan komentar